Pengungsi Banjir Rawan Sakit |
Memasuki musim penghujan seperti saat ini, semua orang siaga serangan banjir khususnya di kota-kota besar langganan banjir seperti Jakarta, Bandung dan Semarang. Tapi kebanyakan masyarakat lupa untuk menyiagakan fisik yang sehat untuk menghadapi penyakit-penyakit saat banjir maupun pasca banjir.
Kenapa fisik harus bersiap menghadapi banjir? Selama ini laporan dan berita hanya menyampaikan kerugian akibat banjir dari segi ekonomi seperti
kerusakan rumah, kerusakan infrastruktur, pemadaman listrik, penutupan pabrik dan lain-lain. Padahal bila ada masyarakat yang jatuh sakit tentu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kesembuhan juga sangat mahal.
kerusakan rumah, kerusakan infrastruktur, pemadaman listrik, penutupan pabrik dan lain-lain. Padahal bila ada masyarakat yang jatuh sakit tentu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kesembuhan juga sangat mahal.
Banjir membawa kotoran seperti sampah, air kotor got, atau air septik tank. Kondisi ini menyebabkan nyamuk dan bibit kuman penyakit mudah berkembang biak. Kondisi basah juga dapat menurunkan ketahanan kondisi tubuh dan daya tahan terhadap stres.
Berikut beberapa penyakit yang perlu diwaspadai saat banjir melanda dan penyakit pasca banjir, sbb:
1. Penyakit kulit.
Jika musim banjir datang, maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Penyakit kulit dapat berupa infeksi, alergi, gatal-gatal atau bentuk lain, ditambah lagi dengan berkumpulnya banyak orang juga berperan dalam penularan infeksi kulit.
2. Diare.
Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal hygiene). Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal, akan ikut tercemar. Bakteri e-coli (escherichia coli) yang tersebar karena meluapnya air dari saluran pembuangan dan setic tank warga.
3. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Gejala utama ISPA dapat berupa batuk, sesak nafas dan demam. Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Jika berat, maka dapat atau mungkin disertai sesak napas, nyeri dada, dll. ISPA mudah menyebar di tempat berkumpulnya banyak orang, seperti di tempat pengungsian korban banjir.
4. Demam berdarah.
Air menggenang ditempat terbuka adalah lahan subur pertumbuhan nyamuk. Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk aedes aegypti, karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat-tempat tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak nyamuk tersebut.
5. Penyakit leptospirosis.
Hati-hati dengan tikus saat banjir. Leptospirosis (demam banjir) disebabkan bakteri leptospira menginfeksi manusia melalui kontak dengan air atau tanah masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir mata atau luka lecet. Bakteri Leptospira ini bisa bertahan di dalam air selama 28 hari. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis karena ditularkan melalui hewan.
Di Indonesia, hewan penular terutama adalah tikus, melalui kotoran dan air kencingnya yang bercampur dengan air banjir. Seseorang yang memiliki luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran atau kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, berpotensi terinfeksi dan jatuh sakit.
6. Penyakit saluran cerna lain
Salah satunya adalah penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica dan salmonella typhosa yang disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar oleh tinja. Maka dari itu, faktor kebersihan makanan memegang peranan penting meskipun dalam kondisi darurat harus tetap diperhatikan dan menjadi prioritas.
7. Memburuknya penyakit kronis yang mungkin memang sudah diderita.
Hal ini disebabkan karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi bila banjir yang terjadi selama berhari-hari menyebabkan akses terhadap fasilitas kesehatan menjadi sulit. Banjir dapat pula menimbulkan KLB penyakit menular secara besar-besaran dan meningkatkan potensi penularan penyakit.
Mengingat tingginya frekuensi hujan dan potensi banjir di berbagai wilayah Indonesia, maka upaya preventif dan kuratif untuk meminimalisir risiko kesehatan dan lingkungan akibat banjir perlu dilakukan.
Sumber: Fakultas Kesehatan Masyarakat - Unair Surabaya